Tim KKN-PPM Belok ke Pelaga 2025 bersiap menjejakkan kaki di Pulau Dewata, tanah yang sarat budaya dan kearifan lokal untuk mengabdi selama 50 hari.
Di era digital saat ini, teknologi bukan hanya hadir dalam genggaman, tetapi juga membentuk cara kita berkomunikasi dan berinteraksi. Sayangnya, di balik kemudahan dan kecepatan komunikasi digital, muncul pula sisi gelap yang kerap luput dari perhatian: cyberbullying. Masalah ini semakin nyata dan mengkhawatirkan, terutama di kalangan anak-anak dan remaja, yang masih dalam proses membentuk identitas dan kepercayaan diri.
Sebagai bentuk kepedulian terhadap isu tersebut, tim KKN-PPM UGM 2025 unit Belok ke Pelaga melaksanakan kegiatan edukatif dalam rangka Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di SMPN 02 Petang, pada Senin, 21 Juli 2025. Tema yang diusung adalah “Keadaban Digital dan Bahaya Cyberbullying” sebuah tema yang relevan dan penting untuk dikenalkan sejak dini kepada pelajar generasi digital.
Apa Itu Cyberbullying dan Mengapa Berbahaya?
Cyberbullying adalah perundungan atau tindakan menyakiti secara verbal dan psikologis yang dilakukan melalui media digital seperti media sosial, pesan singkat, atau platform daring lainnya. Bentuknya bisa berupa komentar jahat, penyebaran rumor, penghinaan, hingga pelecehan yang dilakukan secara berulang dan sengaja.
Dalam sesi yang berlangsung selama dua jam, siswa-siswi kelas VII dikenalkan pada berbagai bentuk cyberbullying, bagaimana cara mengenalinya, serta langkah-langkah yang bisa dilakukan jika menjadi korban maupun saksi. Tak hanya itu, para siswa juga diajak untuk memahami pentingnya etika dalam berinternet dan membentuk budaya digital yang sehat.
Materi disampaikan secara interaktif dengan menggunakan video pendek, diskusi kasus, dan kuis yang melibatkan partisipasi aktif siswa. Para siswa tampak antusias, banyak yang berbagi pengalaman pribadi atau bertanya tentang cara melindungi diri di dunia maya.
Kegiatan ini bukan sekadar sosialisasi satu arah, melainkan bagian dari upaya membangun budaya digital yang aman, santun, dan beradab di lingkungan sekolah. Harapannya, edukasi ini bisa menjadi langkah awal untuk menciptakan lingkungan digital yang lebih positif, tidak hanya di sekolah, tetapi juga di rumah dan komunitas sekitar. Lebih jauh lagi, siswa tidak hanya diajarkan untuk menghindari cyberbullying, tetapi juga menjadi agen perubahan yang menularkan semangat empati dan etika di dunia maya.