Desa Belok/Sidan dikelilingi oleh lahan pertanian, kebun kopi, kebun jeruk, serta kawasan hutan yang masih asri.
1. Batas Utara: Desa Catur dan Tambakan, Kab. Bangli, Kab. Buleleng2. Batas Selatan: Desa Petang3. Batas Timur: Desa Mangani, Kab. Bangli4. Batas Barat: Desa Pelaga
1. Desa Adat Belok2. Desa Adat Awak3. Desa Adat Bon4. Desa Adat Jempanang5. Desa Adat Sekarmukti6. Desa Adat Sidan
Pada zaman dahulu, Pulau Bali memiliki beberapa kerajaan yang cukup besar. Salah dua dari kerajaan tersebut adalah kerajaan Pahyangan dan kerajaan Buleleng. Suatu ketika, pecah pertempuran antara kerajaan Pahyangan dengan kerajaan Buleleng. Pada saat itu, penduduk Desa Lantang banyak yang melarikan diri karena desanya merupakan lalu lintas penyeberangan ke kerajaan Pahyangan sehingga dilalui pasukan kerajaan Buleleng.
Setelah pertempuran berakhir, beberapa penduduk Desa Lantang kembali ke desanya dan sebagian lagi memilih untuk tetap tinggal di tempat pengungsian itu. Desa tempat sebagian penduduk mengungsi tersebut pada akhirnya diberi nama Kisidan, yang berarti pindahan. Dari istilah tersebut, terjadilah perubahan dari Kisidan menjadi Sidan yang pada akhirnya menjadi nama sebuah desa.
Belok/Sidan dulunya merupakan dua perbekalan, yakni Sidan dan Belok. Desa Sidan terdiri dari tiga banjar yaitu Banjar Sidan, Banjar Selantang dan Banjar Penikit. Sedangkan Desa Belok terdiri dari Banjar Belok, Banjar Lawak, Banjar Bon, Banjar Jempanang dan Banjar Sekarmukti. Akhirnya, pada tahun 1957, kedua perbekel tersebut dijadikan satu menjadi Desa Belok/Sidan yang pada saat itu dipimpin I Dewa Putu Ceped.
Desa Pelaga memiliki kondisi alam yang sejuk dan lingkungan yang masih asri. Desa ini menyuguhkan suasana khas pegunungan dengan sumber daya alam yang melimpah.
1. Batas Utara: Pucak Mangu2. Batas Selatan: Desa Sulangai3. Batas Timur: Sungai Bangkung4. Batas Barat: Pangkung Cengkedek
1. Desa Adat Kiadab2. Desa Adat Semanik3. Desa Adat Tiyingan4. Desa Adat Auman5. Desa Adat Tinggan6. Desa Adat Pelaga7. Desa Adat Nunung8. Desa Adat Bukian
Pada zaman dahulu, berdirilah sebuah Kerajaan Gegelang yang dipimpin seorang raja. Raja tersebut memiliki seorang permaisuri dan seorang selir. Dari seorang selir tersebut sang raja menurunkan putra laki-laki tertua, sedangkan dari permaisuri sang raja menurunkan putra laki-laki yang lebih muda. Konflik bermula saat sang raja berpikir akan menurunkan tahtanya ke putranya. Timbullah keresahan-keresahan di masyarakat Gegelang, mengenai putranya yang mana berhak menggantikan tahta ayahnya mengingat putra raja pertama adalah dari keturunan selir, sedangkan putra raja yang kedua adalah keturunan dari permaisuri.
Walaupun demikian, adanya desas-desus yang ada di masyarakat Gegelang cenderung memilih putra raja dari keturunan permaisuri raja. Desas-desus rakyat Gegelang tersebut sampai juga ke telinga putra pertama. Putra pertama raja merasa tersinggung, merasa disepelekan, merasa diremehkan sebagai putra raja yang pertama dan beranggapan putra raja yang pertamalah yang berhak menggantikan kedudukan ayahnya. Untuk mewujudkan cita-citanya itu terlebih dahulu harus menyingkirkan adiknya dengan cara merencanakan pembunuhan. Putra pertama memanggil Maha Patih Kerajaan Gegelang untuk menyampaikan rencananya. Akhirnya, pada saat yang telah ditentukan, maka putra pertama mengajak adiknya berburu ke tengah hutan dengan dikawal oleh mahapatih
Sesampainya di tengah hutan, maha patih diperintahkan untuk membunuh adiknya. Mayatnya kemudian diseret dan ditaruh di samping sebuah pohon kayu seolah-olah mati tertimpa oleh pohon kayu. Putra pertama bersama maha patihnya akhirnya pulang dengan menjaga agar kejadian itu tetap dirahasiakan. Suatu hari, ada seorang pemburu yang melewati hutan dan beristirahat di tengah hutan. Pada saat beristirahat, sang pemburu mendengarkan sabda dari dewa penguasa jagat raya ini dalam temaram berbunyi, “Hai dengarkanlah! Rajamu kini sedang dalam keadaan bingung karena kehilangan seorang putranya yang terkasih. Hilangnya putra sang raja itu disebabkan karena mati dibunuh di hutan, kejadian tersebut dapat diketahui dari kata-kata ini: Pa-Ra-La-Ga”.
Kata-kata tersebut mempunyai arti sebagai berikut : PA artinya Putra Ida, RA artinya Rakan Ida, LA artinya Langlang Duta, GA artinya Gegelang. Dari kata-kata ini dapat disimpulkan sebagai berikut : Putra Sang Raja dari Permaisuri itu mati terbunuh oleh kakaknya sendiri. Sedangkan sebagai pelakunya adalah seorang maha patihnya yang bernama Langlang Duta dan tempat pembunuhan itu terjadi di Hutan Gegelang/Alas Gegelang (Bahasa Bali). Sang pemburu pun bangun dari tidurnya dan langsung menghadap Sang Raja Gegelang untuk melaporkan. Setelah peristiwa itu, masyarakat sekitar sering membicarakan kata-kata PARALAGA dari mulut ke mulut dan mengubahnya menjadi PALAGA.